Luas Lahan : Tidak diatur
Tingkat Risiko : Menengah Tinggi
Perizinan Berusaha : Sertifikat Standar
Jangka Waktu : 7 Hari
Masa Berlaku : Berlaku selama pelaku usaha menjalankan kegiatan usaha
Parameter :
Persyaratan Perizinan Berusaha

1. Administrasi Umum.
2. Berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri apabila berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak luas.
3. Bangunan dan Prasarana.
4. Peralatan.
5. SDM.
6. Laporan Akhir Rencana Induk Pembangunan/Master Plan Rencana Produksi.
7. Daftar jenis Alat Kesehatan yang akan diproduksi
8. Retribusi
9. Bukti Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
10. Produsen alat kesehatan Risiko Tinggi dan Risiko Menengah Tinggi wajib melakukan sertifikasi CPAKB setiap 5 (lima) tahun sekali;
11. Durasi pemenuhan standar CPAKB oleh Pelaku Usaha adalah 2 (dua) tahun sejak permohonan pada OSS disetujui.
12. Pedoman mutu;
13. Prosedur dan rekaman mutu;
14. Daftar induk dokumen untuk penerapan sistem manajemen mutu CPAKB;
15. Telah melaksanakan audit internal;
16. Telah melaksanakan kajian/ tinjauan manajemen;
17. Izin Produksi Alat Kesehatan (jika ada);
18. Daftar produk yang diproduksi;
19. Alur proses produksi;
20. Layout bangunan;
21. Laporan produksi alat kesehatan secara elektronik (jika ada);
22. Izin produksi alat kesehatan yang masih berlaku dan mencantumkan kategori dan jenis produk yang didaftar.
23. Izin distribusi alat kesehatan yang masih berlaku yang mencantumkan kelompok produk sesuai alat kesehatan yang didaftarkan, jika produk didaftarkan oleh distributor pemilik produk atau distributor yang ditunjuk oleh produsen.
24. Surat perjanjian kerja sama antara pemilik produk dengan produsen/distributor yang telah disahkan notaris dengan masa berlaku minimal 2 (dua) tahun, jika produk didaftarkan oleh pemilik produk atau distributor yang ditunjuk oleh produsen.
25. Surat Pernyataan Bersedia Melepas Keagenan yang bermeterai cukup.
26. Sertifikat Merek yang masih berlaku.
27. Surat Pernyataan Keaslian Dokumen yang bermeterai cukup.
28. Pakta Integritas dalam rangka pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme yang bermeterai cukup.
29. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Biaya PNBP yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan.
30. Standard Operating Procedure (SOP) atau Prosedur Tetap (Protap) dan sistem pencatatan mengenai penanganan keluhan pelanggan (complaint handling), kejadian tidak diinginkan, penarikan kembali produk (product recall) dan Informasi produk lain terkait post market untuk permohonan baru.
31. Izin edar lama dan jika ada beserta lampiran
32. Surat pernyataan ada atau tidak ada perubahan data yang bermeterai cukup
33. Surat pernyataan tidak ada efek samping bermeterai cukup
34. Dokumen Quality Management System, dengan ketentuan:

a. SNI ISO 9001/ISO 9001 dan/atau SNI ISO 13485/ISO 13485 mengikuti tahun termutakhir yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi terakreditasi nasional maupun internasional, mencantumkan nama dan alamat produsen sesuai sertifikat produksi, masih berlaku dengan ruang lingkup mencakup jenis alat kesehatan yang didaftarkan.
b. Sertifikat CE jika mencantumkan CE bernomor pada penandaan.
c. Sertifikat Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan jika sudah memiliki.
35. 2) Declaration of ConFormity atau surat pernyataan kesesuaian standar dari produsen merupakan dokumen yang menyatakan kesesuaian alat kesehatan yang didaftarkan terhadap standar alat kesehatan yang digunakan dalam pembuatan alat kesehatan dan salinan naskah standar tersebut, seperti: SNI produk, ISO produk, Farmakope, dan lain-lain.

36. Informasi Produk, meliputi:

a. Uraian alat kesehatan diagnostik in vitro merupakan keterangan yang berkaitan tentang alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan.
b. Deskripsi dan fitur alat kesehatan diagnostik in vitro merupakan keterangan yang berkaitan dengan ciri khas alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan.
c. Tujuan penggunaan merupakan keterangan yang menjelaskan tentang tujuan penggunaan dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan sesuai dengan yang ditetapkan oleh produsen dan dicantumkan dalam bahasa Indonesia.
d. Indikasi merupakan uraian umum tentang penyakit atau kondisi yang dapat didiagnosa, dirawat, dicegah, atau diringankan oleh pasien/pengguna dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan.
e. Petunjuk penggunaan merupakan petunjuk penggunaan dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang diperlukan agar alat kesehatan diagnostik in vitro tersebut digunakan secara benar dan aman (dalam bahasa Indonesia).
f. Kontra indikasi merupakan Informasi yang harus diberikan dalam bahasa Indonesia mengenai penyakit atau kondisi pasien yang tidak boleh menggunakan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan karena bisa menimbulkan risiko yang lebih besar dari manfaatnya.
g. Peringatan merupakan Informasi yang harus diberikan dalam bahasa Indonesia mengenai bahaya yang mungkin dapat terjadi, yang harus diketahui oleh pasien/pengguna sebelum menggunakan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan.
h. Perhatian merupakan Informasi yang harus diberikan dalam bahasa Indonesia mengenai:

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan sewaktu digunakan.
2. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menghindari efek terhadap pasien/pengguna alat kesehatan diagnostik in vitro yang tidak berpotensi mengancam jiwa atau menimbulkan cedera serius, tetapi perlu diketahui oleh pasien/pengguna alat kesehatan diagnostik in vitro.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien/pengguna alat kesehatan diagnostik in vitro agar waspada terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan atau kesalahan penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro yang didaftarkan.

i. Potensi efek yang tidak diinginkan merupakan potensi efek yang tidak diinginkan dan berakibat serius (kematian, cedera, atau kejadian serius lainnya) terhadap pasien atau pengguna atau efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan alat kesehatan diagnostik in vitro secara normal. Mencantumkan potensi efek yang tidak diinginkan dalam bahasa Indonesia sesuai petunjuk penggunan alat kesehatan diagnostik in vitro (instruction for use).
j. Alternatif terapi merupakan penjelasan mengenai alternatif terapi (bila ada).
k. Material/bahan baku merupakan Informasi yang harus diberikan adalah:

1. Nama bahan baku/Formula/komponen yang digunakan. Untuk Informasi Formula, dinyatakan secara kualitatif dan kuantitatif dengan jumlah sampai 100%.
2. Informasi yang diberikan harus meliputi bahan kimia, biologis, dan karakter fisik dari komponen alat kesehatan secara lengkap.
3. Informasi mengenai nama supplier bahan baku dan asal perolehan bahan baku (lokal/impor).
4. Informasi mengenai gambar komponen atau bagian produk.
5. Menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).

l. Informasi pabrik merupakan profil atau Informasi yang berkaitan dengan produsen.
m. Proses produksi harus memberikan Informasi tentang:

1. Diagram alur proses produksi dari bahan baku hingga rilis produk jadi
2. Diagram alur dilengkapi dengan tahapan pengujian atau proses Quality Control (QC) proses yang berkaitan dengan jaminan mutu/pengujian alat harus dapat diketahui dari diagram alur proses produksi.

37. Spesifikasi dan Jaminan Mutu

a. Spesifikasi kinerja alat Informasi yang diberikan berupa:

1. Spesifikasi teknis merupakan karakteristik fungsional dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang dihasilkan untuk membuktikan dengan kesesuaian prinsip utama alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Parameter kesesuaian alat kesehatan diagnostik in vitro meliputi: gambar alat kesehatan diagnostik in vitro, spesifikasi kimia, fisika, elektrik, mekanis, biologi, piranti lunak, sterilitas, stabilitas dan realibilitas.

b. Informasi tambahan
Berisi Informasi penting tentang karakteristik alat kesehatan diagnostik in vitro yang belum dicantumkan pada bagian sebelumnya, Informasi lain yang diperlukan untuk membuktikan kesesuaian terhadap prinsip utama.
c. Ringkasan verifikasi rancangan dan dokumentasi validasi
Berisi ringkasan atau referensi atau verifikasi desain dan data validasi desain yang diperlukan, sesuai dengan tingkat kerumitan dan risiko dari alat kesehatan diagnostik in vitro. Dokumen ini pada umumnya mencakup:

1. Pernyataan kesesuaian terhadap standar yang dipersyaratkan, yang digunakan oleh pabrik.
2. Ringkasan hasil pengujian dan evaluasi yang berdasarkan standar, metode, dan pengujian dari pabrik atau cara lain untuk membuktikan kesesuaian. Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro steril, validasi proses sterilisasi berlaku ketentuan sebagai berikut:

- Jika proses sterilisasi dilakukan oleh produsen, agar melampirkan seluruh data proses sterilisasi mulai dari protokol, proses, sampai dengan didapat hasil akhir serta melampirkan hasil uji sterilitas alat kesehatan diagnostik in vitro oleh pihak ketiga yang terakreditasi nasional maupun internasional.
- Jika dilakukan oleh pihak ketiga, lampirkan sertifikat ISO fasilitas pensteril dari notified body yang terakreditasi nasional maupun internasional dan ringkasan hasil uji sterilisasi dari pihak ketiga tersebut.
- Melampirkan dokumen validasi proses sterilisasi untuk menjamin bahwa produk yang dibuat dari waktu ke waktu (batch ke batch) hasilnya tetap memenuhi standar steril yang telah ditetapkan. Dokumen yang dilampirkan harus lengkap mulai dari protokol validasi, metode yang dilakukan sampai hasil dari sterilisasi tersebut.
- Metode sterilisasi yang digunakan harus mengacu pada standar yang berlaku, misalnya untuk metode sterilisasi Ethylene Oxide menggunakan SNI ISO 11135 atau ISO 11135, metode sterilisasi radiasi menggunakan SNI ISO 11137 atau ISO 11137, metode sterilisasi uap panas menggunakan SNI ISO 17665 atau ISO 17665, metode sterilisasi aseptik menggunakan ISO 13408, atau standar lain sesuai metode sterilisasi yang digunakan mengikuti tahun yang termutakhir.

d. Hasil studi preklinis, dengan ketentuan:

1. Dipersyaratkan hanya untuk alat kesehatan diagnostik in vitro Kelas C, kelas D dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia.
2. Data uji fisik preklinis lengkap harus ada sesuai kebutuhan. Laporan ini harus meliputi tujuan, metodologi, hasil dan kesimpulan dari pabrik alat kesehatan diagnostik in vitro terhadap keseluruhan penelitian fisik alat kesehatan diagnostik in vitro dan komponen.
3. Pengujian fisik harus dilakukan untuk memperkirakan kemampuan respon alat terhadap tekanan fisiologi, kondisi dan gaya yang tidak diinginkan, penggunaan jangka panjang dan semua hal yang dapat menyebabkan kegagalan.

e. Hasil pengujian piranti lunak/software dengan ketentuan:

1. Piranti lunak (software) alat kesehatan diagnostik in vitro yang dimaksud adalah software yang memenuhi definisi alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Software merupakan software yang berdiri sendiri (stand alone software).
3. Validasi software merupakan hasil pemeriksaan software untuk memastikan software telah memenuhi spesifikasi dan persyaratan software.
4. Validasi software alat kesehatan mengacu pada standar IEC 62304 Medical Device Software – Software life cycle processes atau metode validasi software lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir.

f. Bukti klinis, dengan ketentuan:

1. Dipersyaratkan hanya untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas C, D dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia.
2. Bagian ini menyatakan bagaimana persyaratan prinsip utama untuk evaluasi klinis alat kesehatan diagnostik in vitro telah dipenuhi. Jika dapat diterapkan, evaluasi ini dapat berbentuk studi pustaka yang sistematik, bukti klinis pada alat kesehatan diagnostik in vitro yang serupa atau dengan melakukan investigasi klinis.
3. Investigasi klinis diperlukan bila tidak ada bukti klinis dari produsen.
4. Alat kesehatan diagnostik in vitro untuk pengujian HIV wajib menyertakan hasil evaluasi klinis dari laboratorium rujukan nasional yang ditunjuk. Hasil evaluasi klinis yang telah dilakukan dapat diterima paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal laporan hasil evaluasi diterbitkan.
5. Penggunaan daftar pustaka, dengan ketentuan:

1. Dibutuhkan salinan dari semua studi literatur atau daftar pustaka yang digunakan oleh pabrik untuk mendukung keamanan dan keefektifan alat. Daftar pustaka ini berupa bagian rujukan yang masih berlaku dan relevan.
2. Bukti klinis efektifitas meliputi investigasi terhadap alat kesehatan diagnostik in vitro yang dilakukan. Bukti klinis dapat diperoleh dari publikasi yang berhubungan dengan literatur ilmiah hasil penelaahan bersama.
3. Dokumen bukti klinis harus meliputi tujuan, metodologi dan hasil yang sesuai cakupan uji klinis, jelas dan bermakna.
4. Kesimpulan dari hasil uji klinis harus didahului dengan pembahasan sesuai literatur yang sudah dipublikasikan.

6. Standar uji klinis alat kesehatan diagnostik in vitro mengacu pada ISO 20916 In vitro diagnostic Medical devices - clinical perFormance studies using specimens from human subjects - Good study practice atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir.

g. Manajemen risiko
Manajemen risiko hanya dipersyaratkan untuk alat kesehatan diagnostik in vitro Kelas C, Kelas D, dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia. Manajemen risiko alat termasuk analisa risiko harus berdasarkan standar nasional SNI ISO 14971 alat kesehatan - penerapan manajemen risiko pada alat kesehatan atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir dan harus disesuaikan dengan tingkat kerumitan dan tingkat risiko alat.
h. Laporan hasil manajemen risiko, dengan ketentuan:

1. Laporan hasil manajemen risiko hanya dipersyaratkan untuk alat kesehatan diagnostik in vitro Kelas C, D dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia.
2. Risiko tidak langsung dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang diakibatkan oleh bahaya dari alat penyerta seperti bagian bergerak yang dapat menyebabkan cedera lanjutan, atau bahaya yang berhubungan dengan pengguna.
3. Penilaian terhadap risiko dibandingkan dengan keuntungan dari alat dan metode yang digunakan untuk mengurangi risiko sampai ke tingkat yang dapat diterima harus dijabarkan.
4. Organisasi yang melakukan manajemen risiko harus disebutkan dengan jelas.
5. Teknik yang digunakan untuk melakukan manajemen risiko harus disebutkan secara rinci untuk mmemastikan bahwa analisa ini emadai untuk alat dan risiko yang terkait.

i. Spesifikasi atau persyaratan bahan baku, dengan ketentuan: Sertifikat Analisis atau Certificate of Analysis (CoA) bahan baku untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas C dan D.
j. Spesifikasi kemasan (untuk alat kesehatan diagnostik in vitro), dengan ketentuan:

1. Jenis, bahan, ukuran dan warna kemasan (misal: botol kaca 5 ml, tidak berwarna).
2. Bahan baku kemasan primer dan sekunder (misal: PVC).

k. Hasil uji stabilitas, dengan ketentuan:

1. Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro yang memiliki masa kedaluwarsa harus melampirkan hasil uji stabilitas.
2. Data stabilitas meliputi metode/prosedur, hasil dan kesimpulan. Data stabilitas dapat dibuat berdasarkan realtime stability (stabilitas sesuai waktu sebenarnya), accelerated stability test (uji stabilitas dipercepat), atau metode lain sesuai dengan klaim yang diberikan.

l. Hasil pengujian, dengan ketentuan:

1. Evaluasi karakteristik kinerja (perFormance characteristic evaluation) produk jadi memberikan Informasi mengenai kinerja alat kesehatan diagnostik in vitro meliputi: metode/prosedur, dan data hasil uji (spesifisitas, sensitivitas, akurasi, dsb), serta kesimpulan.
2. Standar evaluasi karakteristik kinerja mengacu pada ISO 16142-2 general essensial principles and additional specific essensial rinciples for all IVD guidance on the selection of standards dan BS EN 13612 perFormance evaluation of in vitro diagnostic Medical devices atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir.
3. Data uji fungsi atau uji kinerja atau uji perForma atau CoA produk jadi yang dikeluarkan oleh bagian Quality Control (QC) produsen, mencakup jenis pengujian yang dilakukan, parameter/spesifikasi/standar dari produsen, hasil uji dan kesimpulan. CoA dinyatakan berlaku terhitung 2 (dua) tahun sejak dikeluarkan.
4. Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro yang menggunakan sumber energi listrik/baterai, harus menyertakan sertifikat dan hasil pengujian standar keamanan listrik alat kesehatan, seperti IEC 61010-1 safety requirements for electrical equipment for measurement, control, and laboratory use - Part 1: general requirements atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir, yang dikeluarkan oleh laboratorium penguji terakreditasi yang telah mendapat pengakuan keberterimaan internasional maupun nasional atau diakui oleh regulator.
5. Untuk sertifikat hasil uji laboratorium terakreditasi di Indonesia, yang dapat diterima adalah hasil uji yang dilakukan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan.
6. Apabila alat kesehatan diagnostik in vitro memiliki klaim terkait kinerja produk, wajib melampirkan data dukung terhadap klaim tersebut.

38. a. Spesifikasi kinerja alat Informasi yang diberikan berupa:

1. Spesifikasi teknis merupakan karakteristik fungsional dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang dihasilkan untuk membuktikan dengan kesesuaian prinsip utama alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Parameter kesesuaian alat kesehatan diagnostik in vitro meliputi: gambar alat kesehatan diagnostik in vitro, spesifikasi kimia, fisika, elektrik, mekanis, biologi, piranti lunak, sterilitas, stabilitas dan realibilitas.

b. Informasi tambahan Berisi Informasi penting tentang karakteristik alat kesehatan diagnostik in vitro yang belum dicantumkan pada bagian sebelumnya, Informasi lain yang diperlukan untuk membuktikan kesesuaian terhadap prinsip utama.
c. Ringkasan verifikasi rancangan dan dokumentasi validasi Berisi ringkasan atau referensi atau verifikasi desain dan data validasi desain yang diperlukan, sesuai dengan tingkat kerumitan dan risiko dari alat kesehatan diagnostik in vitro. Dokumen ini pada umumnya mencakup:

1. Pernyataan kesesuaian terhadap standar yang dipersyaratkan, yang digunakan oleh pabrik.
2. Ringkasan hasil pengujian dan evaluasi yang berdasarkan standar, metode, dan pengujian dari pabrik atau cara lain untuk membuktikan kesesuaian. Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro steril, validasi proses sterilisasi berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Jika proses sterilisasi dilakukan oleh produsen, agar melampirkan seluruh data proses sterilisasi mulai dari protokol, proses, sampai dengan didapat hasil akhir serta melampirkan hasil uji sterilitas alat kesehatan diagnostik in vitro oleh pihak ketiga yang terakreditasi nasional maupun internasional.
2. Jika dilakukan oleh pihak ketiga, lampirkan sertifikat ISO fasilitas pensteril dari notified body yang terakreditasi nasional maupun internasional dan ringkasan hasil uji sterilisasi dari pihak ketiga tersebut.
3. Melampirkan dokumen validasi proses sterilisasi untuk menjamin bahwa produk yang dibuat dari waktu ke waktu (batch ke batch) hasilnya tetap memenuhi standar steril yang telah ditetapkan. Dokumen yang dilampirkan harus lengkap mulai dari protokol validasi, metode yang dilakukan sampai hasil dari sterilisasi tersebut.
4. Metode sterilisasi yang digunakan harus mengacu pada standar yang berlaku, misalnya untuk metode sterilisasi Ethylene Oxide menggunakan SNI ISO 11135 atau ISO 11135, metode sterilisasi radiasi menggunakan SNI ISO 11137 atau ISO 11137, metode sterilisasi uap panas menggunakan SNI ISO 17665 atau ISO 17665, metode sterilisasi aseptik menggunakan ISO 13408, atau standar lain sesuai metode sterilisasi yang digunakan mengikuti tahun yang termutakhir.

d. Hasil studi preklinis, dengan ketentuan:

1. Dipersyaratkan hanya untuk alat kesehatan diagnostik in vitro Kelas C, kelas D dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia.
2. Data uji fisik preklinis lengkap harus ada sesuai kebutuhan. Laporan ini harus meliputi tujuan, metodologi, hasil dan kesimpulan dari pabrik alat kesehatan diagnostik in vitro terhadap keseluruhan penelitian fisik alat kesehatan diagnostik in vitro dan komponen.
3. Pengujian fisik harus dilakukan untuk memperkirakan kemampuan respon alat terhadap tekanan fisiologi, kondisi dan gaya yang tidak diinginkan, penggunaan jangka panjang dan semua hal yang dapat menyebabkan kegagalan.

e. Hasil pengujian piranti lunak/software dengan ketentuan:

1. Piranti lunak (Software) alat kesehatan diagnostik in vitro yang dimaksud adalah software yang memenuhi definisi alat kesehatan diagnostik in vitro.
2. Software merupakan software yang berdiri sendiri (stand alone software).
3. Validasi software merupakan hasil pemeriksaan software untuk memastikan software telah memenuhi spesifikasi dan persyaratan software.
4. Validasi software alat kesehatan mengacu pada standar IEC 62304 Medical Device Software – Software life cycle processes atau metode validasi software lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir.

f. Bukti klinis, dengan ketentuan:

1. Dipersyaratkan hanya untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas C, D dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia.
2. Bagian ini menyatakan bagaimana persyaratan prinsip utama untuk evaluasi klinis alat kesehatan diagnostik in vitro telah dipenuhi. Jika dapat diterapkan, evaluasi ini dapat berbentuk studi pustaka yang sistematik, bukti klinis pada alat kesehatan diagnostik in vitro yang serupa atau dengan melakukan investigasi klinis.
3. Investigasi klinis diperlukan bila tidak ada bukti klinis dari produsen.
4. Alat kesehatan diagnostik in vitro untuk pengujian HIV wajib menyertakan hasil evaluasi klinis dari laboratorium rujukan nasional yang ditunjuk. Hasil evaluasi klinis yang telah dilakukan dapat diterima paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal laporan hasil evaluasi diterbitkan.
5. Penggunaan Daftar Pustaka, dengan ketentuan:

a. Dibutuhkan salinan dari semua studi literatur atau daftar pustaka yang digunakan oleh pabrik untuk mendukung keamanan dan keefektifan alat. Daftar pustaka ini berupa bagian rujukan yang masih berlaku dan relevan.
b. Bukti klinis efektifitas meliputi investigasi terhadap alat kesehatan diagnostik in vitro yang dilakukan. Bukti klinis dapat diperoleh dari publikasi yang berhubungan dengan literatur ilmiah hasil penelaahan bersama.
c. Dokumen bukti klinis harus meliputi tujuan, metodologi dan hasil yang sesuai cakupan uji klinis, jelas dan bermakna.
d. Kesimpulan dari hasil uji klinis harus didahului dengan pembahasan sesuai literatur yang sudah dipublikasikan.
e. Standar uji klinis alat kesehatan diagnostik in vitro mengacu pada ISO 20916 In vitro diagnostic Medical devices - clinical perFormance studies using specimens from human subjects - Good study practice atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir.

g. Manajemen risiko Manajemen risiko hanya dipersyaratkan untuk Alat Kesehatan diagnostik in vitro Kelas C, Kelas D, dan Alat Kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia. Manajemen risiko alat termasuk analisa risiko harus berdasarkan standar nasional SNI ISO 14971 Alat kesehatan - Penerapan manajemen risiko pada alat kesehatan atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir dan harus disesuaikan dengan tingkat kerumitan dan tingkat risiko alat.
h. Laporan Hasil Manajemen risiko, dengan ketentuan:

1. Laporan hasil manajemen risiko hanya dipersyaratkan untuk Alat Kesehatan diagnostik in vitro Kelas C, D dan alat kesehatan diagnostik in vitro baru yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan manusia.
2. Risiko tidak langsung dari alat kesehatan diagnostik in vitro yang diakibatkan oleh bahaya dari alat penyerta seperti bagian bergerak yang dapat menyebabkan cedera lanjutan, atau bahaya yang berhubungan dengan pengguna.
3. Penilaian terhadap risiko dibandingkan dengan keuntungan dari alat dan metode yang digunakan untuk mengurangi risiko sampai ke tingkat yang dapat diterima harus dijabarkan.
4. Organisasi yang melakukan manajemen risiko harus disebutkan dengan jelas.
5. Teknik yang digunakan untuk melakukan manajemen risiko harus disebutkan secara rinci untuk mmemastikan bahwa analisa ini emadai untuk alat dan risiko yang terkait.

i. Spesifikasi atau persyaratan bahan baku, dengan ketentuan:
Sertifikat Analisis atau Certificate of Analysis (CoA) bahan baku untuk alat kesehatan diagnostik in vitro kelas C dan D.
j. Spesifikasi kemasan (untuk alat kesehatan diagnostik in vitro), dengan ketentuan:

1. Jenis, bahan, ukuran dan warna kemasan (misal: botol kaca 5 ml, tidak berwarna).
2. Bahan baku kemasan primer dan sekunder (misal: PVC).

k. Hasil uji stabilitas, dengan ketentuan:

1. Untuk alat kesehatan diagnostik in vitro yang memiliki masa kedaluwarsa harus melampirkan hasil uji stabilitas.
2. Data stabilitas meliputi metode/prosedur, hasil dan kesimpulan. Data stabilitas dapat dibuat berdasarkan realtime stability (stabilitas sesuai waktu sebenarnya), accelerated stability test (uji stabilitas dipercepat), atau metode lain sesuai dengan klaim yang diberikan.

l. Hasil pengujian, dengan ketentuan:

1. Evaluasi karakteristik kinerja (PerFormance characteristic evaluation) produk jadi memberikan Informasi mengenai kinerja alat kesehatan diagnostik in vitro meliputi: metode/prosedur, dan data hasil uji (spesifisitas, sensitivitas, akurasi, dsb), serta kesimpulan.
2. Standar evaluasi karakteristik kinerja mengacu pada ISO 16142-2 General essensial principles and additional specific essensial rinciples for all IVD guidance on the selection of standards dan BS EN 13612 perFormance evaluation of in vitro diagnostic Medical devices atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir.
3. Data uji fungsi atau uji kinerja atau uji perForma atau CoA produk jadi yang dikeluarkan oleh bagian Quality Control (QC) produsen, mencakup jenis pengujian yang dilakukan, parameter/spesifikasi/standar dari produsen, hasil uji dan kesimpulan. CoA dinyatakan berlaku terhitung 2 (dua) tahun sejak dikeluarkan.
4. Untuk Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro yang menggunakan sumber energi listrik/baterai, harus menyertakan sertifikat dan hasil pengujian standar keamanan listrik alat kesehatan, seperti IEC 61010-1 Safety requirements for electrical equipment for measurement, control, and laboratory use - Part 1: general requirements atau standar lain yang sesuai mengikuti tahun yang termutakhir, yang dikeluarkan oleh laboratorium penguji terakreditasi yang telah mendapat pengakuan keberterimaan internasional maupun nasional atau diakui oleh regulator.
5. Untuk sertifikat hasil uji laboratorium terakreditasi di Indonesia, yang dapat diterima adalah hasil uji yang dilakukan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan.
6. Apabila Alat Kesehatan diagnostik in vitro memiliki klaim terkait kinerja produk, wajib melampirkan data dukung terhadap klaim tersebut.

Jangka Waktu Pemenuhan Persyaratan

-

Kewajiban Perizinan Berusaha
  1. Penanggung Jawab Teknis memiliki sertifikat pelatihan CPAKB.
  2. Mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan;
  3. Memiliki akun Sistem Informasi Industri Nasional;
  4. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai dibuktikan dengan melampirkan denah, foto sarana, dan bukti kepemilikan tempat atau surat sewa paling singkat 2 (dua) tahun.
  5. Pernyataan memenuhi CDAKB dengan lampiran laporan kesiapan sarana.
  6. Menyampaikan data industri yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala yang disampaikan melalui Sistem Informasi Industri Nasional;
  7. Laporan e-report setiap 6 bulan.
  8. Memenuhi Standar Industri Teropong dan Instrumen Optik Bukan Kaca Mata;
  9. Sertifikat Standar CPAKB.
  10. Memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib (bagi produk yang telah diberlakukan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib).
  11. Laporan KTD.
  12. Laporan recall
  13. Menyampaikan permohonan perubahan:
    • PJT
    • Alamat
    • Jenis produk
    • Denah bangunan
Jangka Waktu Pemenuhan Kewajiban

6 Bulan

Punya pertanyaan, keluhan, kritikan atau saran?

Konsultasi & Pengaduan